“Sesuatu” itu selalu muncul secara tiba-tiba, tak terduga dan akan merasuki sisi Irasional #FMLoversStory

Ditulis oleh : Yordal Rangga a.k.a Jordan Jors.

Tulisan ini adalah kiriman dari FMLovers yang dimaksudkan untuk kompetisi #FMLoversStory dengan hadiah Football Manager 2015 Gratis :D. Follow @Rtupoke untuk info lebih lanjut.

“bukan karena ingin suatu imbalan apalagi popularitas. Ini soal konsistensi dalam menentukan pilihan walaupun belum tentu kita yang dipilih. Menuangkan isi kepala dari hasil berbagai rasa FOOTBALL MANAGER didalam tulisan..”

Kabupaten Tolitoli Sulawesi Tengah salah satu penghasil cengkeh premium terbaik di Indonesia, makanya kota Tolitoli sering disebut sebagai kota Cengkeh. Di kota itu tepat tanggal 22 Oktober 1986, 28 tahun yang lalu seorang wanita berdarah blasteran Toraja 90% dan Mamasa 10% melahirkan salah satu manager sepak bola dengan talenta terbaik di dunia, anak itu diberi nama Yordal Rangga Taulabi. Menghabiskan masa kecil seperti anak-anak lainnya, sepak bola merupakan harga mati yang harus dimainkan ketika sore hari. Alessio Tacchinardi adalah pesepakbola yang membuka mataku untuk bermain seperti di posisinya, predikat sebagai pemain tarkam dilevel junior pun sempat di cicipi namun hanya sedikit adrenalin sepakbola yang terpompa dari bilik katup jantung hingga ke pembuluh darah arteri, semua tentang sepakbola lebih banyak terkumpul dalam satu gumpalan kenyal yang mengikuti tekstur tempurung tengkorak, gumpalan itu bernama Otak.

Hijrah dari kota kecil ke kota metropolitan Makassar untuk melanjutkan pendidikan di salah satu Universitas terbaik se-Indonesia timur dan mengambil jurusan Ilmu Hukum merupakan sebuah kebanggaan, rasa syukur sekaligus saga transfer tersendiri untuk saya, dimana banyak teman sepermainanku ketika kecil yang berhasrat melanjutkan pendidikan tetapi keadaan yang mengubur mimpi mereka, sungguh sebuah ironi. Di Makassar saya membangun jati diri yang sesungguhnya dan dikota ini pula saya mulai mengerti apa itu kesabaran, optimisme dan pengorbanan melalui tampilan audio visual yang terhipnotis dari saraf otak kemudian digerakkan oleh tangan menuju mouse.

Game FOOTBALL MANAGER. Memberikan semua pelajaran mengenai prinsip-prinsip positif dalam hidup manusia khususnya seorang Pria, saya katakan pelajaran karena kita tidak hanya bermain tapi juga belajar menghadapi masalah. Ini hanya untuk orang-orang yang jenius. Itu kalimat counter attack yang keluar dari salah satu anggota tubuh saya ketika beberapa sahabat bertanya mengenai game yang kata mereka “Sama Sekali Tak Menarik” ini. Saya tidak ingin mereka menerka-nerka terlalu jauh melebihi batas rasional seorang pria, saya juga tidak memaksa mereka untuk ikut memainkan permainan ini karena saya percaya ini adalah “jodoh” dari Tuhan melalui mediator seorang sahabat saya yang mempunyai beberapa save game dari klub-klub yang ia latih. Banyak kesempatan untuk kita mengucapkan kalimat terima kasih tetapi hanya satu kesempatan untuk kita benar-benar sadar kalimat itu mengandung unsur yang mempunyai arti khusus.

Ketika Logika Seorang Pria Menganalogikan Sesuatu Yang Bernama Perasaan

Apa suka dan duka saya selama mengenal Football Manager itu tidak terlalu penting karena dua sisi “perbedaan” dapat menjadi satu dengan saling mengisi dan melengkapi. Sungguh sangat Surealis, seperti lirik dan alunan musik dari Radiohead dalam lagunya Fake Plactis Trees. Dalam melatih sebuah klub kita selalu dituntut untuk tampil sempurna dengan macam-macam ekspektasi dari sang pemilik klub, manusia mana yang tidak menginginkan kesempurnaan? Saya juga ingin seperti itu tapi saya melakukan segala sesuatu dengan caraku sendiri, hidup ini terlalu singkat bagi kita untuk menjadi orang lain. Juventus, Cremonese, Modena, Liverpool hingga yang teranyar Nothingham Forest adalah klub-klub yang saya manajeri sekaligus mempunyai presiden klub seorang pria. Sebagai sesama pria tentu saja sangat mudah memahami maksud dan ekspektasi dari para beliau, saling bertukar pikiran disebuah kantor berdinding kaca kemudian menyatukan ide dan deal, kami saling bekerja sama yang di iringi dengan penandatangan kontrak guna mengantisipasi terjadinya Wanprestasi (Pelanggaran suatu perjanjian). Tapi tidak dengan Southampton. Markus Liebherr yang meninggal pada tahun 2010 lalu mewarisi klub Southampton pada sang anak Katharina Liebherr, seorang wanita..!!!

27 Juli adalah momen yang tak terlupakan bagi saya seumur hidup, disitu awal dari berbagai sisi rasa menyeruak perlahan kepermukaan. Sebagai seorang manager saya selalu bersikap realistis, konsisten, professional dan rasional dengan logika. Tapi seketika dasar pemikiran itu perlahan goyah. Di awali dengan perbincangan santai mulai dari saling interview satu sama lain, menyampaikan visi misi hingga pencapaian klub di masa mendatang walaupun kebanyakan dalam perbincangan itu terdapat hal-hal konyol yang terungkap tapi logika saya mengatakan ini bagian dari mesin pembunuh rasa basi. Layaknya sebuah klub adalah tubuh, manager adalah otak dan presiden klub adalah hati. Semuanya harus padu agar dapat terus hidup secara normal, namun ada masa terjadi abnormal ketika salah satu dari unsur tersebut tidak sejalan.

Mengawali sesuatu dengan niat baik pasti akan menghasilkan sesuatu yang baik pula, etos itu selalu tertanam dalam diriku ketika menukangi Southampton. Memang semuanya berjalan secara wajar meskipun ada perasaan yang membebani batinku, yaa saya selalu tidak percaya diri untuk melakukan talk to board dengan seorang wanita. Dalam hal ini saya mengaku payah. Saya selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk klub ini karena ada tanda tanya yang selalu menjadi tantangan bagaimana tolak ukur seorang wanita ketika ia berkata “suka” dengan kinerja saya.

Bukannya ingin menyerah tapi saya menyimpulkan klub ini terlalu sempurna untuk saya, bukan pula soal salah memilih tapi saya yang terlalu dangkal membaca maksud dari sang persiden klub. Apadaya hati saya terlalu jatuh, saya sudah terlalu suka dengan klub ini. Mungkin disinilah logika saya dikalahkan oleh perasaan. Seiring berjalannya waktu saya juga sering berpikir dua kali untuk melakukan talk to board dengan presiden klub karena beberapa kali ia menolak untuk bertemu dengan alasan kesibukan yang selalu saya maklumi. Terkadang kami hanya saling menyinggung melalui talk to press, apapun yang ia pikirkan mengenai saya itu tidak penting karena saya selalu berasumsi bahwa kata-kata belum tentu 100% menjadi cerminan logika bisa saja terbalik 180 derajat didalam hati.

Jika menilik jauh kebelakang sebelum saya menukangi Southampton, beberapa nama manager yang berstatus Pro telah menukangi klub ini. Sedangkan saya hanya berstatus amatiran,apalagi jika melihat background saya yang jauh dari kata normal apalagi membanggakan. Saya selalu minder dengan mereka bila membandingkan pencapaian yang mereka lakukan. Tapi inilah tanggung jawab, bukan beban bukan pula suatu rasa malu apalagi menjadi tabu. Saya seorang manager, seorang pria. Saya tidak pantas menyebut diriku pria jika belum menabrakkan diri dengan masalah. Pilihan sudah jatuh hanya pada satu klub, satu objek yang membuat saya selalu menunggu kapan sang presiden klub ingin berinteraksi secara langsung dengan saya. Saya paham ditengah kesibukannya ia selalu memperhatikan aktifitas melatih dan bertanding anak asuhku di lapangan, saya selalu melihat Matanya dibalik kaca VIP class.

Seiring berjalannya waktu selain fokus melatih southampton saya menyibukkan diri dengan mengambil kursus kepelatihan Pro, begitu pula dengan sang presiden klub selalu sibuk dengan hal-hal yang tidak pernah saya tebak. Kadang kami saling menerka-nerka apa yang ada didalam pikiran masing-masing.. saya hanya berusaha memberikan yang terbaik untuk klub ini tak peduli bagaimana persepsi nya tehadap saya. Satu yang pasti saya telah memilih untuk mengabdi hanya pada satu klub walaupun banyak tawaran dari klub lain yang memberikan kepastian. Saya mempersilahkan mereka untuk tidak menungguku karena saya hanya ingin melatih di klub ini. Saya hanya sekedar ingin konsisten, saya juga tidak akan memberikan pembuktian terbalik, mengajukan banding apalagi upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali. Mungkin sang presiden klub layak mengerutkan dahi begitu pula dengan kolega manager yang lain, tapi ini soal pilihan. Menyelaraskan sisi rasional dengan perasaan. Ada suka dan ada duka. My #FMLoveStory, semuanya menjadi satu dalam momentum dua sisi.

Southampton..
The Saints begitu julukan klub ini dari para suporter tapi saya lebih suka memanggilnya dengan sebutan Mrs. Summer.

*untuk Ibuku satu-satunya berlian paling berharga didalam hidupku lihatlah Onda’ anakmu ini telah terjangkit virus yang disemaikan oleh Miles Jacobson, virus itu bernama FOOTBALL MANAGER.

Salam hangat..
Salam FM..
Salam sukses buat semua sahabat manager.

Posting Komentar

0 Komentar